Advertisement
Fajar sadboy |
PENAKHATULISTIWA.ID (JAKARTA) - Pemerhati Anak Susanto menilai tayangan televisi maupun sosial media belakangan ini lebih menyajikan program yang tidak bermutu. Salah satunya reality show yang mempertontonkan kegalauan pemuda bernama Fajar, yang lekat dengan sebutan Fajar Sadboy tidak pantas ditayangkan dan diperlihatkan kepada anak-anak.
“Dikhawatirkan adegan-adegan itu menjadi panutan bagi anak-anak dan remaja, sehingga mereka akan melakukan hal yang sama sesuai dengan apa yang mereka lihat di TV atau Youtube di kehidupan nyata,” kata Susanto, Seperti dikutip pada media NU Online, Senin (2/1/2023).
Seperti diketahui, nama Fajar Sadboy kian melambung setelah diundang Denny Cagur dan potongan videonya berserakan di media sosial. Fajar juga diundang stasiun TV untuk menceritakan kisah pilunya sambil meratapi nasib.
Padahal, Susanto bilang, dalam pasal 29 Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran disebutkan bahwa lembaga penyiaran tidak boleh mewawancarai anak-anak di bawah 18 tahun di luar kapasitas mereka serta wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan mereka.
“Apa yang dilakukan media seperti TransTV terhadap Fajar Labatjo jelas melanggar itu semua, kita di rumah menertawakannya, dan negara menutup mata,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berlaku baik, sebaliknya tayangan yang kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk berlaku buruk.
“Perilaku buruk yang dilakukan seseorang berasal dari tontonan mereka sejak kecil,” ucap Ketua KPAI 2017-2022 itu.
Ironisnya, tutur dia, tayangan televisi di Indonesia sering kali mengambil adegan pergaulan para pemuda-pemudi atau sindrom bintang yang dialami oleh anak-anak muda. Banyak adegan yang mencontohkan hal-hal yang tidak baik untuk kalangan anak-anak di lingkungan. Misalnya adegan percintaan, panggilan mesra, bahkan adegan-adegan bermesraan.
Hal tersebut, menurutnya, dapat mendorong anak-anak dan remaja mengerti bahwa pacaran atau bermesraan itu hal yang wajar dilakukan. Sehingga gaya dan pola pergaulan yang disiarkan di televisi maupun Youtube dapat dengan mudah ditiru anak-anak dan remaja yang psikologisnya masih labil.
“Meskipun tayangan itu tidak sepenuhnya ditiru tapi pikiran mereka sudah terkontaminasi hal tersebut dan nyatanya sikap serta tingkah laku sebagian mereka sangat menyukai tokoh-tokoh seperti Fajar, Bonge, atau Jeje itu yang mereka jadikan sebagai role model,” tuturnya.
Secara tegas ia menyebut, banyak tayangan reality show menyimpang dari isi siarannya. Banyak tayangan reality show membuat cerita seakan dibuat-buat, penuh rekayasa, dan hanya mengejar rating semata, tanpa mengutamakan pesan yang akan diterima masyarakat dari tayangan tersebut.
“Fenomena bergenre reality show di Indonesia saling berlomba mengambil simpati masyarakat demi keuntungan semata tanpa memikirkan dampak dari tayangan tersebut untuk anak-anak sebagai generasi penerus bangsa,” tandasnya.
Sumber: NU Online