Advertisement
sumber foto jamaah haji 2022 (ist) |
Penakhatulistiwa.id (Nasional) - Musim haji 2022 diwarnai dengan kasus gagalnya 46 jamaah haji yang menggunakan jalur haji furoda. Karena dokumen haji yang dimiliki 46 jamaah itu tidak terdaftar dalam sistem imigrasi Arab Saudi, mereka tertahan di Bandara Jeddah dan tidak bisa masuk Arab Saudi. Dengan kecewa, jamaah yang menggunakan visa dari Singapura dan Malaysia ini dipulangkan kembali ke Tanah Air.
Kejadian ini menjadi catatan dan pembelajaran penting bagi masyarakat agar tidak gampang tergiur tawaran-tawaran dari pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari situasi ini. Hal ini pun sudah diwanti-wanti pemerintah melalui Kementerian Agama agar masyarakat selektif memilih informasi dan tidak tertipu dengan berbagai macam iming-iming bisa berangkat melalui mekanisme haji furoda.
Di awal musim operasional penyelenggaraan ibada haji, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nur Arifin juga sudah berpesan khusus kepada masyarakat agar berhati-hati dalam menerima penawaran haji mujamalah atau furoda yang mengatasnamakan haji khusus atau haji plus. "Masyarakat harus berhati-hati jangan sampai menjadi korban penipuan berkedok haji khusus padahal sebetulnya bukan paket haji khusus," katanya, Kamis (9/6/2022).
Ia secara pribadi pun beberapa kali menerima pesan melalui media sosial maupun WhatsApp tentang adanya penawaran haji mujamalah dengan berbagai jenis visa. Terkait dengan adanya pihak-pihak yang memberangkatkan haji mujamalah di luar ketentuan, Nur Arifin menegaskan akan bekerja sesuai dengan regulasi.
Pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tetapi sudah menawarkan dan memberangkatkan jamaah haji mujamalah.
"Kementerian Agama akan menegakkan aturan sesuai Undang-Undang. Kalau ada PPIU yang belum berizin PIHK memberangkatkan jamaah haji mujamalah tentu kami akan berikan sanksi tegas," tegasnya.
Kemudian bagi mereka yang mendapatkan visa mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, Arifin mengingatkan untuk berangkat melalui PIHK alias tidak menggunakan sembarang penyedia layanan travel.
Pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tetapi sudah menawarkan dan memberangkatkan jamaah haji mujamalah.
"Kementerian Agama akan menegakkan aturan sesuai Undang-Undang. Kalau ada PPIU yang belum berizin PIHK memberangkatkan jamaah haji mujamalah tentu kami akan berikan sanksi tegas," tegasnya.
Kemudian bagi mereka yang mendapatkan visa mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, Arifin mengingatkan untuk berangkat melalui PIHK alias tidak menggunakan sembarang penyedia layanan travel.
Ketentuan ini dimaksudkan agar proses pemberangkatan setiap WNI yang akan menunaikan ibadah haji tercatat. Di samping itu, ada pihak penyelenggara yang bertanggung jawab dan dalam hal ini adalah PIHK.
Regulasi juga mengatur keharusan PIHK untuk melaporkan keberangkatan jamaah haji yang menggunakan visa mujamalah kepada Menteri Agama. "Ayat (2) pasal 18 mengatur, PIHK yang memberangkatkan WNI yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib melapor kepada Menteri," tandasnya.
Legalisasi haji furoda
Praktik haji furoda ini awalnya tidak resmi. Berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2008 praktik haji furoda tidak diakui pemerintah karena di luar kuota resmi rombongan misi haji Indonesia. Sementara di sisi lain Arab Saudi sebagai negara tujuan menyediakan visa khusus yang disebut visa mujamalah. Sehingga, pemerintah akhirnya melegalkan praktik haji furoda melalui Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UUPIHU).
Terkait kebijakan legalisasi ini, Ketua Komnas Haji dan Umroh Mustholih Siroj pernah mengingatkan agar pemerintah membuat peraturan yang lebih rinci untuk menjamin hak-hak para jamaah. "Pasalnya, praktik ibadah haji furoda menurutnya sarat dengan risiko dan cukup rentan terhadap jamaah," katanya kepada NU Online.
Meski praktik haji furoda sudah dinyatakan legal, tetapi karena bukan berasal dari kuota resmi yang ditetapkan oleh pemerintah, pada saat penyelenggaraan haji di tanah suci nanti jamaah haji furoda tidak bisa bergabung dengan rombongan misi haji Indonesia yang dipimpin amirul haj. Hal ini bisa dimaklumi karena secara prosedur, tahapan, layanan dan biaya sejak awal keduanya berbeda.
Selain itu pemerintah juga tidak menjamin terpenuhinya hak-hak jamaah haji melalui visa mujamalah seperti pada jamaah haji khusus atau regular yang menggunakan visa dari jatah kuota resmi sehingga jamaah haji model ini sangat rentan. Namun, di sisi lain setiap warga negara di mana pun berada berhak atas pelayanan negara, terlebih masalah haji sejatinya menyangkut pelayanan publik (public service).
Sumber: NU Online